Inilah Fakta-fakta Tentang Film PKI Yang Mungkin Belum Anda Ketahui :
Fakta-fakta Film G30S Yang Dulu Wajib Ditonton. Bagi mereka yang masih duduk di bangku sekolah dasar pada era sebelum Reformasi pasti pernah menyaksikan film bertajuk ‘Pengkhianatan G30S/PKI’. Film garapan Arifin C Noer ini terus diputar oleh TVRI berulang-ulang kali setiap tanggal 30 September pukul 10.00 WIB.
Film ini dibuat dengan anggaran Rp 800 juta dengan durasi selama 3 jam 37 menit. Untuk menambah dramatisasi, film ini diklaim mengerahkan 10 ribu pemain utama maupun figuran. Dalam film ini, Arifin menyadur catatan sejarah dalam buku berjudul ‘Percobaan Kudeta Gerakan 30 September di Indonesia’. Kisah-kisah di dalamnya ditulis oleh sejarawan militer Nugroho Notosusanto dan investigator Ismail Saleh.
Sejak diluncurkan ke layar kaca, film ini langsung dinominasikan dalam ajang Festival Film Indonesia pada 1984. Dari 7 nominasi yang diberikan, ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ hanya mampu memenangi satu penghargaan saja, yakni skenario terbaik. Setahun berikutnya, film ini memenangi penghargaan film dengan penjualan terbaik di ajang yang sama.
Berikut sejumlah fakta dalam film G30S/PKI yang mungkin belum Anda ketahui, sebagaimana dilansir dari laman Merdeka.
Film G30S/PKI dulu Tontonan wajib
Sejak pertama kali ditayangkan, pemerintahan Orde Baru meminta agar film ini ditayangkan di layar kaca setiap tanggal 30 September. Perintah tersebut dilaksanakan TVRI, yang merupakan satu-satunya stasiun televisi resmi di Indonesia, kemudian diikuti tv swasta lainnya.
Dalam beberapa kesempatan, film tersebut ditayangkan di sejumlah sekolah dan institusi pemerintah, bahkan sejumlah pelajar dikerahkan ke lapangan untuk menyaksikannya bersama-sama. Alhasil, film ini didaulat menjadi film yang paling banyak diputar dan ditonton.
Hasilnya cukup mencengangkan, dalam sebuah survei yang dilakukan majalah Tempo, setidaknya 97 persen dari 1.101 siswa yang disurvei telah menyaksikannya dan sekitar 87 persen menontonnya lebih dari satu kali.
Namun, tayangan film ini mulai berhenti sejak era Reformasi bergulir. Penghentian dilakukan setelah banyak pihak yang meragukan kebenaran sejarah dalam film tersebut, termasuk protes dari TNI AU yang merasa terus dipojokkan dalam peristiwa berdarah itu.
Propaganda Orba soal bahaya komunis
Film yang diproduseri Nugroho Notosusanto ini ternyata menarik perhatian Presiden Soeharto. Sebelum resmi ditayangkan secara umum, mereka yang terlibat dalam operasi penumpasan PKI sudah terlebih dahulu menyaksikannya.
Pak Harto yang merupakan salah satu sosok penting di balik gagalnya kup tersebut merasa film itu layak dipertontonkan ke khalayak. Bahkan, dia berharap cerita yang diterangkan dapat menggambarkan kekejaman para pendukung komunis terhadap para jenderal dan rakyat Indonesia.
Sejak itu, film ini menjadi satu-satunya sumber sejarah yang dipergunakan di tanah air. Tak hanya itu, masyarakat dilarang memperdebatkan isi film tersebut dan menjadikan satu-satunya diskursus sejarah pemberontakan.
Tak ada yang pernah membantahnya. Terdapat pesan antikomunis di awal maupun akhir film yang dibawakan oleh setiap Menteri Penerangan di era Orba.
Melenceng dari sejarah
Enam tahun setelah resmi ditayangkan ke ranah publik, film ini baru mendapatkan kritikan pertamanya. Kritik tersebut muncul dalam sebuah milis, di mana akun tanpa nama tersebut mempertanyakan kekejaman yang ditampilkan terhadap para jenderal.
Lewat pesan berantai itu, penulis milis mempertanyakan peran pemerintah atas korban-korban lain yang timbul pasca kup yang gagal. Mereka juga menjalani pelbagai penyiksaan, bahkan dihukum tanpa melalui proses pengadilan.
Sejarawan Indonesia, Dr Asvi Warman Adam menuliskan, film G30S/PKI banyak mengandung kelemahan historis. Salah satunya adalah peta Indonesia yang berada pada ruang Kostrad sudah memuat Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia. Faktanya, pada tahun 1965/1966 Timor Timur belum berintegrasi.
Tak hanya soal peta, penggambaran berbagai tokoh dinilai berlawanan dengan fakta sejarah. Aidit digambarkan sebagai pria perokok berat. Tokoh yang diperankan oleh Syubah Asa, berulangkali mengisap dalam-dalam rokoknya. Kesannya, Aidit tengah gelisah, tidak tenang. Faktanya, Aidit bukan sosok perokok berat.
Menonjolkan kesadisan
Dengan durasinya yang panjang, ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ memaparkan rencana-rencana DN Aidit untuk merebut kekuasaan dari tangan Soekarno. Mulai dari rapat-rapat rahasia, hingga tayangan yang memicu kemarahan umat Islam seperti pembakaran buku-buku agama dan Alquran.
Di menit-menit terakhir, film ini mulai menampakkan kesadisannya. Tak sedikit darah yang dipertontonkan dalam setiap adegan, mulai dari ditembaknya Jenderal Ahmad Yani oleh pasukan Tjakrabirawa, hingga darah yang menetes dari tubuh Ade Irma Nasution.
Adegan-adegan lain yang diperlihatkan adalah proses penyiksaan terhadap 4 pahlawan revolusi yang tertangkap hidup-hidup. Salah satu adegannya adalah menampilkan penyiletan ke wajah salah satu korbannya oleh Gerwani, sebelum dibuang ke sumur tua di Lubang Buaya.
Tak hanya itu, untuk menambah suasana mencekam, dimasukkan beberapa kalimat tajam namun dingin. Antara lain, “Darah itu merah jenderal seperti amarah,” dan “Bukan main wanginya minyak wangi jenderal. Begitu harum. Sehingga mengalahkan amis darah sendiri.”
Komentar
Posting Komentar